Minggu, 25 September 2011

Manusia Penting di Sudut Dunia...

"Mas Franky kemana aja? udah jarang kelihatan sekarang?"
Sapaan tukang photo copy Barel, photo copy diseberang rel kereta FHUI.
Kalimat yang terdengar biasa, sangat sering diucapkan. Bahkan mungkin terkesan basa-basi.
Tapi aku tidak merasakan itu sebagai basa-basi ketika disapa oleh mereka,
aku menangkapnya, walau tak penting kehadiranku dirasakan oleh mereka.
Kuliahku sudah selesai waktu itu, menunggu telepon panggilan interview dan mendatangi gedung-gedung pencakar langit di Jakarta untuk beberapa tes dan interview menjadi rutinitas baru.
Pekerjaan nongkrong di photo copy barel menjadi sangat jarang,
Berbicara tentang banyak topik, bercerita tentang kampung halaman masing-masing, menjadi kebiasaan tiap kali mau photo copy. Atau bahkan cuma sekedar menyapa saat lewat hendak menyeberangi rel kereta.
Ada lima orang disana, semua tersenyum menyapa dan menyebut nama.
Kehadiranku tak penting buat mereka, tapi mereka merasakan ada hadirku.
Saat itu, aku merasakan menjadi manusia penting. Karena aku bukan siapa-siapa, bukan "orang penting" yang disambut dengan berdiri oleh semua orang ketika memasuki ruangan, bukan orang yang bisa membuat acara molor 30 menit hanya untuk menunggu aku hadir.
Tapi perasaan menjadi orang penting (walaupun hanya aku sendiri yang merasakan), menjadi penting untuk menutrisi semangat.

Dan ada kebiasaan anak UI penikmat Bikun (Bis Kuning UI), setiap kali hendak turun dari Bikun, mengucapkan Terima Kasih  ke Bapak Sopir. "Makasih ya pak..!", sambil bergerak keluar mobil. 
Dalam satu hari ada ribuan mahasiswa UI yang diangkut Bikun, dan ada ribuan terima kasih pula yang diucapkan dalam bis berwarna kuning itu. Betapa berkahnya hari-hari dan rezeki sopir-sopir Bikun. 
Aku meyakini ucapan terima kasih itu tulus, bukan hafalan yang terucap dalam sholat yang tak khusyuk. Aku tak pernah menanyakan seberapa penting ucapan Terima Kasih dari mahasiswa-mahasiswa UI mempengaruhi semangat bekerja sopir Bikun, tapi aku tahu Bapak sopir akan merasakan kehilangan yang sangat besar ketika mahasiswa UI tak pernah mau mengucapkan Terima kasih lagi. Ucapan terima kasih itu menjadikan sopir bikun menjadi orang penting.
Orang penting yang dibutuhkan kehadirannya dan ada ucapan terima kasih tiap kali berjumpa. Bukan orang penting yang kita umpat kinerjanya, yang sibuk mendongakkan kepala dan sibuk membangun citra agar tetap dipilih oleh pendukungnya.
Teramat banyak orang penting disekitar kita yang sering kita abai kehadirannya.







Kamis, 15 September 2011

Iseng Yang Disengaja

Lagi di mobil, nyetir sendirian, celingak-celinguk, nyanyi-nyanyi gak jelas dengan ekspresi Lebay...
banyak cara yang dilakukan buat menghibur diri sendiri dalam ruang yang sempit diapit jok mobil dan setir.
Sepanjang jalan ada aja yang bikin emosi, ketawa sendiri, tiba-tiba jadi Indra Herlambang yang komen ama penampilan dan tingkah orang-orang disepanjang jalan...
Mood bisa tiba-tiba berubah untuk hal-hal kecil, misal, dengerin radio penyiarnya garing, setiap perempatan selalu kena lampu merah, liat polisi mukanya nyebelin, atau lupa pake celana dalam.
Tapi sering juga beruntung karena ketemu ama hal-hal kecil yang bisa bikin senyum bahkan  ketawa ngakak sambil jungkir balik...(ngebayangin  nyetir sambil jungkir balik..)
misal kalo ketemu di jalan ama yang kayak gini..

yang bikin gambar ini kreatif dan selera humornya keren banget.
Abis liat grafity kayak gini, pasti inget kejadian-kejadian "nyaris" kena tilang. Gue "nyaris" kena tilang di Bundaran HI, "nyaris" kena tilang mau masuk tol Tomang. Semuanya nyaris, karena Damai Itu Indah. heheee...


Truk dijalan raya cenderung menyebalkan, tapi kadang bisa bikin senyum-senyum juga. Tulisan dan gambar dibagian belakang truk membuat kesal ama asap, lelet, dan bikin macetnya agak berkurang.
Tapi gara-gara ngebahas tulisan dan gambar di belakang truk juga, gue pernah merasa bersalah banget ama seorang teman baru. "Kutunggu Jandamu..", gue ngakak sendirian waktu bahas kalimat yang itu, tapi yang lain pada senyam-senyum asem. Malamnya gue tahu kalo salah satu teman ngobrol kita itu udah janda dan masih muda.




Nah, kalo yang ini, di Alun-alun Kota Pagar Alam,...gue photo waktu Idul Fitri kemaren, entah tulus atau nggak, yang pasti ada semangat saling memaafkan antara tukang begadang dan tetangga tempat begadang..(FYI : bangunan hijau  itu Rumah Sakit..)









Minggu, 04 September 2011

Aku, Zaky dan Sapi...

Gak ada yang istimewa dari Sapi yang masih hidup. Gendut, bau, suaranya pun gak sedap didengar...
Bahkan kebun binatang pun gak menjadikan sapi sebagai penghuninya, karena terlalu biasa.
Pecinta binatang umumnya menyukai kucing, anjing, ular ...bukan sapi. Bahkan dalam dunia animasi pun, tokoh sapi gak jadi tokoh sentral.
Gue gak benci ama sapi, malah makin akrab. Keadaan yang memaksa kami akrab.
Seorang lelaki kecil bernama Zaky Rafif Adira yang memaksa gue akrab dengan sapi. Dia ponakan gue.
Dia Sapi Lover.....
Cerita tentang sapi yang bisa bikin dia tidur siang.
Program tv tentang sapi yang bikin dia betah duduk lama
Gambar sapi, yang pertama kali dicari sejak kenal Google.

Lelaki kecil ini terobsesi dengan sapi.
Pernah suatu sore di mini market dia betah duduk lama di lantai, sampai kita selesai belanja, cuma liatin kaleng susu yang ada gambar sapi nya. Entah apa imajinasinya dengan sapi di kaleng susu itu.
Zaky anak pintar, Playgroup cuma 2 hari langsung disuruh gurunya pindah ke TK. Dia tahu terlalu banyak untuk teman-teman seusia dia.  Zaky bisa mengingat isi obrolan yang udah lama.
Dan dia tahu berapa jumlah sapi dan keluarga besarnya milik pak RT, tetangga rumahnya. Harus ya dia tahu tentang itu?
Tapi kenapa dia suka banget ama sapi ya?
Apa mungkin sama dengan gue yang suka ama tokoh Superman, tapi Superman keren, bisa terbang, baik, matanya bisa tembus pandang... kalo sapi?
Gue masih penasaran alasan Zaky suka banget ama sapi.
Mungkin gue harus tunggu beberapa tahun lagi sampai Zaky bisa menjelaskan secara ilmiah dan logis kenapa dia tergila-gila ama sapi.
Karena ini demi masa depan.
Seandainya dia suka IT, mungkin gedenya dia akan jadi IT Man.
Seandainya dia suka baca , gedenya akan jadi penulis.
Seandainya dia tertarik ama musik, gedenya akan jadi musisi
Seandainya dia suka main sepeda, gedenya akan jadi tukang becak.
Tapi kalo sukanya ama sapi, gedenya jadi apa? Tukang jagal?
Cepatlah besar Zaky, sampai kau bisa menjelaskan semua dengan terang.
















Selasa, 14 Juni 2011

sore hari di tanah lahirku

Petualangan sore hari di Pagar Alam... u should visit my town guys...here are some spots .
(photos are taken with Samsung cellphone camera)

Hutan Bambu ..



Tebat Reban





ketinggian 1000m gunung Dempo




sore hari disini begitu indah kawan..

Rabu, 09 Maret 2011

titleless...



Is it fine to be sad ?
nothings wrong with tears , rite ?
we have fingers to wipe it out.


Senin, 07 Maret 2011

Romantisnya diriku...dulu.

Buka lagi tulisan-tulisan lama, agak kaget juga. Bisa ya gue dulu kayak gitu ?
Ternyata gue dulu romantis banget, suka nulis syair romantis. Ini salah satunya, gue inget ini dibikin jaman kuliah dulu. Waktu naksir berat ama anak Notariat, yang ternyata udah punya anak dua. Sampai temen tu cewek sumpah-sumpah bilang dia udah punya anak, gue juga bersumpah akan selalu naksir dia...stubborn lover.

wahai..aku jatuh pada binar mata itu

dalam teduh tatapnya ,,,,ia pasang belenggu pada hatiku, tak bisa aku lari dari untuk tak menyelami indahnya ! aku tak pernah ingin bebas karena ini begitu menenangkan….

Ah kau telah memabukkan ku ! Adakah itu magnet dimatamu…?

maka biarkan kutub-kutubnya mendekap aku dan rasaku.

Tahukah…? senyum itu telah merengkuh tiap detak jantungku

seluruh degupnya menyanyikan selaksa indah nan membuaikan … maka yang terdengar olehku hanya syair-syair melukis agung dirimu bagiku. kau buai aku dalam peraduan yang wangi seribu bunga…menyejukkan!

Mengingatmu saja terlalu indah bagiku…apa jadi ketika kau mendekapku…?

bagaimana aku ketika kita adalah pencinta yang saling jatuh dalam damainya mengasihi..?

Cintai aku untuk kubagi tiap nafasku bersamamu…cintaku,,,,,!

28 Juni 2006 23:30

Sabtu, 26 Februari 2011

Maaas..! Ini bukan spike tapi cepaaak..(Part-2)

Ini gue lanjutin cerita yang kemarin Part-1:

Si mas tukang potong rambut begitu seriusnya mengerjakan kepala gue. Keningnya mengernyit, mulutnya agak sedikit dimonyong-monyongin. Seperti seniman besar sedang mengerjakan masterpiece-nya. Mungkin seperti itulah Leonardo Da Vinci waktu mengerjakan Monalisa.
Melihat jari-jarinya begitu lincah dan kelihatan akrab dengan gunting dan sisir. Gue percaya hasilnya bakalan memuaskan. Gue biarin dia bekerja, dan gue tenggelam dalam majalah.

"cukup mas segini?", suara si mas lembut tapi tersirat kepuasan akan hasil pekerjaannya sendiri. Tiba-tiba gue melihat diri sendiri dalam versi berbeda. Kayaknya si mas motongnya kependekan. Tapi gak ada yang bisa dilakukan ketika rambut udah terlanjur pendek. Dan gue pikir ini juga bukan potongan spike kayak yang gue bayangin waktu ngomong spike tadi.
Berpijak pada slogan yang banyak didengungkan sekarang, Berpikir Positif, gue berpikir ini karena belum ditata aja.

Besoknya pagi-pagi banget naik taksi dari Bintaro ke Blok M ama Fitri. "Frank, kenapa rambutnya dipotong", fitri cuma komentar gitu doang. Sampai di kantor, taksi kita barengan nyampe ama mobil Ipin.
Pertama lihat gue, Ipin langsung ketawa ngakak. "Kenapa rambut lo? hahhahahhaha".
Ini pertanda buruk, ada yang salah ama rambut gue.
Seharian ini sering tiba-tiba Ipin ngaggetin dengan bikin komando "Siaaaaap Grak".
(nyebelin lo pin).
Besok paginya waktu baru turun mobil, dia ketawa-ketawa sambil mengeluarkan komando lagi "hormat grak', dan dia ngelakuinnya sambil bener-bener ambil sikap hormat. (lo bener-bener nyebelin pin).
Entah kenapa dia selalu melakukan itu kalau lagi di kantor aja, padahal kita tinggal satu kosan dan satu kamar. Mungkin karena outfit ama potongan rambut yang gak pas kalau lagi ngantor. Kayak polisi yang lagi nyamar , tapi pasti ketahuan, karena kalo ditanya jawabnya selalu "siap ndan..".

Udah tiga hari ini Ipin bertingkah nyebelin gitu. Dan Fitri kayaknya setuju, karena dia ikut ketawa puas tiap kali Ipin meledek gue. ( setelah gue pertimbangkan kayaknya lo juga nyebelin Fit).

Mendapati kenyataan ini, gue tersiksa. Hatiku serasa disayat sembilu lalu disiram air jeruk nipis dan ditaburi garam. Sungguh kejamnya lo pin. Lo juga Fit.

Pulang kantor, gue langsung mandi. Ipin gak pernah mandi tiap pulang kantor. ( udah nyebelin, lo juga jorok Pin).
Dalam kamar mandi, di depan cermin, gue menatap diri gue sendiri dalam-dalam. Biasanya kalo ngaca, gue akan menemukan bayangan Christian Sugiono di cermin. Gue kan mirip Christian Sugiono. ( gak boleh protes ). Tapi tidak kali ini, dengan potongan rambut seperti ini gue gak mirip dia lagi, mungkin lebih mirip Samuel Rizal. ( udah dibilangin jangan protes).

Setelah setengah jam didepan cermin. Dan setengah jam lagi duduk terpojok di kamar mandi kayak abis diperkosa. Gue memutuskan, kayaknya Ipin bener. Ini bukan spike, potongan rambut kayak gini lebih sering gue liat dipake ama penonton Kameria Ria di TVRI. Yang terhormat Bapak tentara.
Ini cepaaaak bukan spike.

"Mas tukang potong rambut di barbershop yang ada barbershop polenya disebelah Bintaro Junction yang kalo motong rambut mukanya serius banget ( diucapkan dalam satu tarikan nafas), lo bohongin gue. Ini cepaaak bukan spike".

Begitulah, akhirnya gue gak pernah balik ke barbershop itu lagi. Barbershop nya bagus dan hasilnya juga mungkin bagus, karena selalu rame disana. Tapi gue udah terlanjur tersakiti. "Sakit banget mas, kalo aja lo ada di posisi gue. Lo pasti tau gimana sakitnya". ( akting lebay bak sinetron).

TAMAT

Rabu, 23 Februari 2011

Pahlawan Tak Harus Berdarah - Darah...

Bangsa ini kehilangan kebanggan terhadap dirinya sendiri. Kehilangan suatu perkara yang penting bagi kemajuan suatu bangsa. Yang mana sejarah membuktikan, hanya bangsa yang bangga terhadap dirinya-lah yang kemudian maju memimpin dunia.

Bangsa Jepang begitu bangga menjadi keturunan Amaterasu (Dewa Matahari) dan merasa mampu menerangi dunia. Bangsa Amerika begitu bangga dengan sistem politik dan demokrasinya. Begitu juga dengan bangsa-bangsa di Eropa, bangga akan apa yang mereka miliki.
Terlepas dari sisi baik dan buruk yang diakibatkan, tapi fakta sejarah membuktikan, kebanggaan itulah yang menjadi kekuatan dan energi super bagi bangsa-bangsa itu. Optimisme lahir dari rasa bangga.
Tak ada yang baru sebenarnya yang terjadi di negeri ini. Korupsi, kekerasan, hukum yang berpihak dan tak berkeadilan, kemiskinan, dan penguasa yang tidak amanah, semua telah terjadi puluhan tahun, bahkan sampai hari ini. Perbedaannya adalah, saat ini semua bisa secara gamblang terpapar didepan mata kita melalui media. Dan kita dijejali setiap hari dengan kondisi menyedihkan ini.
Menyadari begitu bobroknya bangsa sendiri, begitu jauhnya harapan dari kenyataan. Kita menjadi pesimis, kalau tidak bisa dibilang putus asa untuk melihat bangsa ini bisa maju. Muaranya, kita kehilangan kebanggan terhadap bangsa sendiri.

Setiap kali berbicara politik, kita menjadi saling bermusuhan, seolah kebenaran hanya menjadi milik kelompok masing-masing. Ketika melihat penegakan hukum, ternyata uang yang mengendalikan. Televisi dipenuhi program-program pembodohan. Kita dikalahkan oleh bangsa sendiri.
Banyak prestasi sebenarnya yang dimiliki anak-anak bangsa. Anak Indonesia selalu merajai Olimpiade sains, mahasiswa Indonesia banyak memenangi perlombaan-perlombaan tekhnologi, dan ratusan prestasi serta pencapaian lainnya yang seharusnya bisa membuat kita memiliki kebanggaan sebagai bangsa. Mereka adalah anak-anak, pemuda, yang akan mewarisi negeri ini. Seharusnya kita optimis dan yakin, perbaikan di negeri ini akan datang. Tapi media, terutama televisi hanya punya minat dan waktu tayang yang sangat sedikit untuk hal ini. Berita politik yang carut marut lebih menjual. Pertarungan politik dan pertarungan dalam arti sebenarnya, membuat kita semakin yakin, kita kehilangan kesatuan dalam suatu ikatan negara.

Dalam pesimisme massal yang hampir akut, tiba-tiba seluruh rakyat Indonesia seperti disembuhkan dari Amnesia. Diingatkan kembali dengan kebesaran diri dan harapan bersama yang akhir-akhir ini terlupakan. Secara bersama-sama tanpa sekat politik dan agama, dan dipenuhi rasa optimis dan kebanggaan yang juga hampir tak dikenal, bangsa Indonesia kembali menemukan rasa kesatuannya, kembali mendapati harapan-harapan kolektif yang telah lama tak dimiliki, karena cita-cita bersama sebagai bangsa selalu berhasil diboncengi oleh kepentingan kelompok tertentu.
Tiba-tiba kita bersatu, tiba-tiba rakyat tidak menjadi pembenci, tiba-tiba politisi sedikit kalah panggungnya dari sorot kamera, tiba-tiba media sedikit lebih baik kepada pemerintah dan rakyat. Dalam waktu beberapa hari saja ternyata kita mampu membangun kebanggaan dan sikap optimis lagi sebagai bangsa.

Ternyata setelah 65 tahun merdeka, kita masih butuh Pahlawan. Pahlawan yang membuat bangsa Indonesia kembali bersatu. Bangsa ini sudah lama kehilangan teladan yang menginspirasi.
Pahlawan itu adalah Tim Nasional Sepak Bola Indonesia. Sekumpulan pemuda berseragam merah putih. Barisan anak bangsa bermandi keringat. Merekalah pupuk bagi optimisme yang hampir mati, tali pengikat untuk kelompok-kelompok yang tercerai-berai. Mereka benar-benar pahlawan. Kita bersama-sama mencintai mereka.


Dan hebatnya lagi, bangsa kita juga bisa mencintai orang asing, seolah dia adalah bagian dari kita. Setelah kita marah terhadap bangsa Malaysia, iri terhadap negara Singapura, sebagian juga membenci Amerika. Sekarang kita juga bisa mencintai warga negara lain.
Kita secara sadar mencintai dan berterima kasih sekaligus menaruh harapan yang besar pada pundaknya, kepada seorang Alfred Riedl.




Senang mendapati kondisi seperti ini.
Ternyata tak perlu saling bertengkar dulu untuk bersatu. Tak perlu menghabiskan triliunan rupiah untuk membangun optimisme. Hanya butuh pemikiran positif, sikap positif, dan asupan lebih banyak informasi positif, untuk membangun lagi harapan dan melakukan perbaikan.
Berharap keadaan ini tidak hanya euoforia, tapi semangat ini menular ke panggung politik, kedalam pemikiran awak media, seluruh rakyat Indonesia dan terutama Anak-anak indonesia.

Jumat, 18 Februari 2011

Guruku sayang, Muridmu ini Malang.

Pendapat Prof. Arif Rahman dalam Kick Andy malam ini, bener-bener menggambarkan bagaimana inginnya gw punya guru yang kreatif dan inovatif waktu sekolah dulu.

Jaman SMA adalah episode terburuk gw sebagai pelajar.
Gw males belajar. Baca buku pelajaran berat banget rasanya.
Salah satu gambaran parahnya, dari kelas 1 sampai lulus SMA. Gw cuma punya 6 buah buku tulis, dipake buat seluruh mata pelajaran selama 3 tahun.
Bahkan sampai tamat pun, 6 buah buku itu gak pernah penuh terisi. Kasihan sih sebenarnya ama buku-buku itu. Mungkin mereka berharap akan dipensiunkan tiap kali kenaikan kelas. Tapi harapan mereka gak pernah gw kabulkan. Mereka dipaksa menemani gw sampai 3 tahun. Kasihan sekali buku-buku itu...

Kelas 1 yang paling berantakan, satu-satunya pelajaran yang gw sukai adalah Bahasa Indonesia. Itu karena guru yang mengajar adalah salah satu guru favorit gw. Ibu Kutarni. Beliau membawa suasana lain tiap kali mengajar, sangat menarik. Beliau jugalah orang pertama yang membuat gw percaya diri untuk kritis. Tugas menulis yang diberikan beliau untuk diseleksi dan ditempel di Mading sekolah, membuat gw jadi terkenal mendadak.
Gw jadi tukang protes kelas kakap. Minoritas dijamannya. (Akan gw post tersendiri tentang cerita ini)

Kelas 2 SMA, gw jatuh cinta ama kimia. Ini karena gw ikut les pelajaran Kimia.
Bu Nyayu, guru les tercinta, membuat gw suka pelajaran Kimia. Alasan sebenarnya dibalik itu adalah Bu Nyayu itu sendiri. Sebagai guru muda, beliau menempatkan dirinya dengan baik. Jarak antara guru dan murid gak begitu jauh ketika belajar dengan beliau. Kita bisa ngobrolin banyak hal, termasuk masalah pacar. Bahkan pernah suatu hari beliau menyarankan , untuk jangan pacaran ama seorang gadis, adik kelas gw. "Terlalu genit buat Franky", begitu alasan beliau. Aku memang terlihat seperti anak baik waktu itu. Sekarang pun masih. Mungkin. Entahlah..

Gw selalu suka kalo guru nya OOT (Out Of Topic). Seneng aja kalo didepan kelas, gurunya bicara tentang hal-hal lain diluar pelajaran. Itulah kenapa gw gak pernah dapat rangking 1 dikelas. Gw lebih tertarik materi diluar pelajaran. Kalaupun gw rajin banget waktu itu, mungkin gak akan dapat rangking 1 juga. Kapasitas otak gak memadai.

Pelajaran Biologi juga menarik ketika kelas 2 SMA. Bab anatomi tubuh manusia, khususnya alat reproduksi. Sungguh mencerahkan.

Sebenarnya gak bisa menyalahkan guru juga sih, tugas mereka kan mengajar, sesuai kurikulum.
Gw aja yang aneh.
Datang ke sekolah ya buat belajar. Nah, gw maunya kayak sanggar seni. Kita bebas berekspresi.
Anak sekolahan yang aneh.
Mungkin ini akibat terlalu banyak baca dan nonton tv. Terinspirasi oleh tokoh-tokoh tak nyata.
Kadang merasa bisa berbuat seperti super hero.
Padahal gw adalah intruder dari kehidupan nyata guru dan teman-teman sekolah.

Rabu, 16 Februari 2011

Membaca dan Kotaku

Ada kebiasaan lama yang sekarang kumat lagi.
Tapi percayalah, ini kebiasaan baik teman. Yaitu membaca disore hari di tempat indah.

Semasa sekolah dulu, ada beberapa tempat yang sering aku kunjungi untuk membaca.
Tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 1 kilometer dari rumahku, ada air terjun, tidak terlalu tinggi. Sekitar 3 meter tingginya. Dulu bersama teman-teman SD hampir setiap hari bermain disana. Air yang mengalir langsung dari gunung membuatnya selalu jernih. Dulu airnya cukup besar. Sekarang sangat kecil dan cenderung kotor.
Disana aku sering menghabiskan waktuku untuk membaca. Tidak banyak yang bisa aku baca waktu itu. Pagaralam adalah kecamatan, yang jauh dari kota besar. Tidak ada toko buku besar yang menjual berbagai macam buku. Toko buku kebanyakan hanya menjual keperluan sekolah. Untungnya, ada taman bacaan yang buka disana. Seingatku ada dua.
Buku dan majalah lama yang tersedia disanalah santapan bacaanku waktu itu.

Dan salah satu tempat favoritku lainnya adalah belakang rumahku sendiri. Teman, dibelakang rumahku ada sungai yang dibuat bendungan. Sampai sekarang bendungan itu masih ada, tapi sekarang bendungannya sudah terbuat dari beton, tidak kayu seperti dulu. Dibelakang rumahku ini, aku paling banyak menghabiskan hari-hari masa kecilku.
Ini photo sungai belakang rumahku. (Sebenarnya photo ini akan terlihat lebih baik kalau tidak ada aku disana)


Nah, sekarang kebiasaan membaca ditempat indah itu, kambuh lagi sekarang. Hampir setiap sore, aku selalu membawa buku untuk dibaca di tempat-tempat yang indah.
Menurutku, pengalaman membacanya lebih menyenangkan, ketika dibaca di tempat-tempat yang indah. Saat ini ada dua tempat yang sering kukunjungi sore hari untuk membaca. Yaitu perkebunan teh dilereng gunung Dempo dan danau kecil bernama Tebat Gheban.




Diperkebunan teh ini, biasanya aku selalu mencari sudut-sudut yang berbeda untuk berhenti dan mulai membaca sambil menikmati hamparan hijau.
Dan ini Tebat Gheban :



Tempat yang bagus, untuk menikmati sore hari dan berpetualang dalam buku.

Selasa, 15 Februari 2011

Butuh Berita Benci Berita

Akhir-akhir ini gak nyaman banget ama tayangan tv Indonesia.
Hanya sedikit sekali acara yang baik buat ditonton. Tentunya ini menurut pendapat gw.

Over dramatisasi.
Hampir semua program didramatisir.
Dari sinetron dengan naskah berkualitas sangat rendah, infotainment dengan narasi yang mengadu domba, reality show lebay, sampai berita pun didramatisir sedimikian rupa. Membuat kita gak bisa bedain, ini berita atau opini sang jurnalis.

Gw butuh berita, gw butuh tau apa yang terjadi ama negeri ini.
Tapi sebagian besar berita isinya sangat tendensius. Informasi yang disajikan tidak proporsional lagi.
Kita sebagai penonton berita, diprovokasi untuk kemudian sependapat dengan narasi berita mereka.
Okelah, buat sebagian penonton provokasinya tidak berhasil. Masih punya pendapat pribadi yang didasari ilmu dan dasar pemikiran yang "bersih".
"bersih" disini gw pakai, karena pendapat pribadi banyak orang yang sering tampil di televisi sudah menggunakan emosi dan beberapa membawa kepentingan dibalik pendapat mereka.
Contoh terkini, yaitu tentang Presiden mengeluh gajinya gak naik-naik udah tujuh tahun.

Berita tentang Gaji Presiden ini menjadi sangat panas. Banyak demonstrasi bahkan gerakan menentang pernyataan Presiden tersebut. Sampai parahnya, ada gerakan Koin untuk Presiden. Bahkan anggota DPR lupa kalau mereka bukan lagi aktivis ketika duduk di Gedung Dewan, mereka sudah memiliki wewenang yang besar yang diberikan konstitusi dalam hal pengawasan dan budgeting. Mereka malah juga bikin kotak pengumpulan Koin untuk Presiden. Sangat memalukan, dalam kapasitas mereka sebagai Anggota DPR.
Gw sendiri melihat pernyataan Presiden itu bukan suatu hal yang begitu negatifnya sehingga membuat kita harus ribut dan melecehkan Presiden negara sendiri.

Tapi begitulah, televisi sudah menguasai pola pikir sebagian masyarakat Indonesia.
Bagaimana televisi membuat kita menjadi bangsa yang pesimis, anak-anak tumbuh dalam pikiran negatif, saling mencurigai.
Bukan berarti kita berhenti kritis. Tapi menurut gw, melihat sesuatu secara proporsional aja.

Itulah sebabnya, kalo nonton tv, sekarang gw lebih banyak nonton tv luar.
NHK world, misalnya. NHK juga TV berita. Jepang adalah negara yang paling sering ganti perdana menteri. Tapi berita mereka tidak seheboh atau keheboh-hebohan seperti pemberitaan di tv Indonesia.
Program inspiratif mereka juga banyak sekali. Sejuk tiap kali nonton tv ini.

Bukankah lebih baik kalo kita tumbuh dalam banyak inspirasi, objektifitas yang murni, optimistis ?

Senin, 14 Februari 2011

Beberapa photo terbaik dari petualangan sore hari dua minggu terakhir, di kotaku.

Sunset over the mount..









Minggu, 13 Februari 2011

I am Invisible



Sudah sebulan, aku tak terlihat
Hilang dalam ruangan 3x4, berwarna putih
Disudut peraduan, patah , tak berjiwa

Bermimpi, tapi tak punya mimpi
Mengembara menjelejah garis luar lingkaran
Dan aku hanya berputar, melingkar
Lingkaran ini gelap